Kaos Palestina-Anak Palestina Cacat di Penjara Israel

Anak Palestina Cacat di Penjara Israel

Berita Palestina Lainnya

Seorang anak laki laki cacat dari Tepi Barat Palestina ditangkap di rumah neneknya dan di penjara oleh Israel.


Setelah menjalani rehabilitasi yang cukup lama di Israel dan Amerika Serikat, seorang bocah lelaki dari Tepi Barat, yang kehilangan kaki akibat tembakan pasukan Israel, akhirnya dapat kembali bersekolah.

Ironisnya, belum lama ini, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Tidak hanya itu, dalam dalam masa interogasi, ia kerap mendapatkan pukulan.

Dengan kaki yang teramputasi, ia ditangkap oleh tentara Israel di rumah neneknya di sebuah kamp pengungsian. Punggung dan kakinya tak luput dari pukulan selama masa interogasi, bahkan kaki palsunya terlepas.

Ketika bertemu ibunya di pengadilan, sang bocah menceritakan bagaimana kengerian menyelimuti para interogator saat menyaksikan kaki palsunya terlepas. Hari itu adalah hari keempat ia mendekam dalam penjara militer. Namun, pada Rabu (8/3), ia akhirnya dibebaskan dan tiba di rumah pada malam hari.


Sebelumnya, ia pernah menjalani masa tahanan selama 18 bulan. Kedua kakinya ditembak oleh tentara Israel. Setelah dirawat selama 2,5 bulan di Medical Center di daerah Eim Karem, Jerusalem, para dokter tidak punya pilihan kecuali mengamputasi salah satu kakinya.

Amputasi dilakukan di Detroit, sebuah wilayah di AS, dimana sang bocah dikirim seorang diri ke wilayah tersebut. Peristiwa ini terjadi saat ia berusia 12 tahun. Kini ia telah menginjak usia 14 tahun.

Entah kata-kata apa yang pantas terucap untuk seorang anak dengan kaki teramputasi, hidup dengan kaki palsu dan mendekam di Penjara Ofer, dekat Ramallah. Dialah Issa al-Mouati. Seharusnya, kini ia duduk di bangku kelas sembilan. Namun, karena peristiwa yang ia alami itu, kini harus tertinggal di kelas enam.

Issa adalah putra dari Rada (35 tahun) dan Ahmed (35), keduanya tinggal di Bethlehem. Namun, Issa ditangkap di dekat kamp pengungsian Deheisheh, di rumah neneknya, Aminah (80 tahun), dimana ia dan ibunya menginap pada malam penangkapannya. Selama beberapa bulan terakhir, putri-putri nenek Aminah secara bergantian menemaninya tidur.

Ibunya, terbaring tak berdaya di atas sebuah ranjang besi di salah satu sisi ruang tamu. Sesekali, wanita berusia 80 tahun itu menyeka keringat di wajahnya dan membisikkan sesuatu. Ia menderita penyakit kaki gajah.

Rada harus bolak-balik mengurusi anak-anaknya di rumah, ibunya yang sedang sakit, dan menengok putranya di pengadilan militer. Issa adalah putra tertuanya. Ia memiliki dua putra dan satu putri. Sungguh, cobaan beberapa tahun terakhir ini telah ?melumpuhkannya?.


Nenek Aminah tinggal di lantai dua sebuah rumah yang terletak di sebelah masjid kamp tersebut. Pada siang hari, gang-gang sempit kamp dipenuhi anak-anak dan para pemuda yang ?nongkrong?. Dinding dengan grafiti militan berdiri di mana-mana. Setiap orang asing yang hadir, akan disamput dengan tatapan penuh tanya.

Deheisheh adalah sebuah kamp pengungsian yang terletak di selatan Bethlehem. Sebuah kamp yang ramai dan sangat terjal.




Kisah mengenai penahanan Issa diawali ketika ia terluka pada September 2015. Saat itu hari Jumat. Issa dan Adnan-adiknya yang berusia satu tahun-sedang berjalan menuju sebuah taman kecil di sisi tembok keamanan kota. Tiba-tiba mereka mendengar keributan sedang terjadi di Makam Rachel.

Kedua bocah itupun bergegas ke sana. Menjelang malam, tentara Israel memukuli kedua kaki Issa dengan api. Issa menderita luka yang sangat parah di kaki kanannya. Ia pun ditangkap. Menurut ibunya, peristiwa itu terjadi setengah jam sebelum ambulans datang dan membawanya ke Hadassah.

Selama 28 hari pertama masa perwatannya, Issa ditahan, kedua tangannya diborgol di tempat tidur, kakinya terluka. Adalah hal yang langka, ibunya diizinkan untuk tinggal bersamanya, mungkin karena Issa menderita luka yang sangat serius dan usianya masih sangat muda.

Selama minggu kedua, tentara Israel bahkan membiarkan Rada tidur di tempat tidur di sisi putranya, sesuatu yang tidak ia peroleh pada minggu pertama. Selama masa itu, tak sedikitpun ia meninggalkan Issa. Suaminya, yang bekerja di daerah dekat permukiman, menjaga anak-anaknya yang lain, termasuk bayi yang berusia 10 minggu.

Selama masa perawatan, kaki kanannya diamputasi secara bertahap. Para dokter melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan kakinya, tapi gangren (kondisi jaringan tubuh yang mati) memaksa mereka untuk memotong bagian bawah lututnya. Pada 1 Desember 2015, Issa keluar dari rumah sakit.

Setelah empat minggu, Issa, yang masih membutuhkan perawatan, dibebaskan dari tahanan dengan uang jaminan sebesar 2,000 shekels (sekita 500 dolar AS).



Anda baru membaca Berita Palestina dengan judul Anak Palestina Cacat di Penjara Israel. Follow Instagram Kami di @KaosPalestina untuk mendapatkan informasi seputar berita palestina.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar